Rabu, 25 Maret 2015

Pengertian HAM



PENGERTIAN HAM           
Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang melekat pada setiap diri manusia sejak lahir. Dalam perwujudannya, hak asasi manusia tidak dapat dilaksanakan secara mutlak karena dapat melanggar hak asasi orang lain. Memperjuangkan hak sendiri dengan mengabaikan hak orang lain merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Kita wajib menyadari bahwa hak-hak asasi kita selalu berbatasan dengan hak-hak asasi orang lain, karena itulah ketaatan terhadap aturan menjadi penting.
Beberapa pengertian dari para tokoh dan dokumen HAM dapat ditemukan di sini:
a)      John Locke (Two Treaties on Civil Government)
Hak asasi manusia adalah hak yang di bawa sejak lahir yang secara kodrafi melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat (bersifat mutlak). Karena manusia adalah mahluk sosial, hak-hak itu akan berhadapan dengan hak orang lain, oleh sebab itu:
·         Hak asasi harus dikorbankan untuk kepentingan masyarakat, sehingga lahir kewajiban.
·         Hak asasi semakin berkembang meliputi berbagai bidang kebutuhan, antara lain hak dibidang politik, ekonomi, dan sosial budaya.
b)      Koentjoro Poerbaprananto (1976)
    Hak asasi adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga sifatnya suci.
c)      UU No. 39 Tahun 1999 (Tentang Hak Asasi Manusia)
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

MACAM-MACAM HAK ASASI MANUSIA
      Hak asasi yang kita kenal kini mencakup berbagai aspek kehidupan yang sangat penting bagi manusia. Walaupun demikian, hak-hak asasi tersebut tidak dengan serta merta dirumuskan secara lengkap sebagaimana tercantum dengan dokumen-dokumen perlindungan terhadap HAM. Sesungguhnya pandangan tentang hak asasi manusia sangat beragam dan bersifat dinamis. Dalam hal ini faktor-faktor seperti sejarah dan pandangan politik juga berpengaruh terhadap keragaman tersebut. Hal ini antara lain dapat kita lihat kembali pada Magna Charta (1215), Bill of Rights (1689), Declaration of Independence (1776), dan pernyataan-pernyataan lain tentang hak asasi manusia.
      Kelahiran dokumen-dokumen semacam itu biasanya diawali oleh adanya kesadaran bahwa penindasan manusia atas manusia lain merupakan sebuah tindakan penistaan nilai kemanusiaan. Kesadaran semacam itu bisa mendorong timbulnya pemberontakan atau berkembangnya pemikiran akan kebebasan yang akhirnya tertuang dalam dokumen pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Declaration of Independence, misalnya, merupakan pernyataan Konstitusi Amerika Serikat yang merdeka dari penjajahan sementara Declaration des Droit de L’homme et du Citoyen adalah pengakuan terhadap hak asasi setelah terjadinya Revolusi Perancis.
      Beberapa pengertian mengenai hak asasi manusia yang dikemukakan oleh para pemikir hingga abad ke-19 masih sangat mendasar, yaitu menyangkut kemerdekaan untuk menyampaikan pendapat atau bebas dari rasa takut. Pemaknaan terhadap hak asasi manusia kemudian berkembang seiring dengan tingkat kemajuan peradaban, dan karenanya dewasa ini hak-hak asasi manusia mencakup beberapa bidang berikut:
a.       Hak-hak asasi pribadi (personal rights), yaitu meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya.
b.      Hak-hak asasi ekonomi (property rights), yaitu hak untuk memiliki, membeli dan menjual, serta memanfaatkan sesuatu.
c.       Hak-hak asasi politik (political rights), yaitu hak ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam suatu pemilu), hak untuk mendirikan parpol, dan sebagainya.
d.      Hak-hak asasi untuk medapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (rights of legal equality).
e.       Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan (social and cultural rights), yaitu meliputi hak untuk memilih pendidikan, hak untuk mengembangkan kebudayaan, dan sebagainya.
f.       Hak-hak asasi manusia untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights). Misalnya, peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, peradilan, dan sebagainya.

Istilah ‘Hak Asasi Manusia’ merupakan terjemahan dari droits de I’homme (Perancis), Human Rights (Inggris), dan Menselijeke rechten (Belanda). Di Indonesia, istilah ini pada umumnya lebih dikenal dengan ‘hak-hak asasi’ sebagai terjemahan dari basic rights (Inggris) dan gronrechten (Belanda), atau bisa juga disebut sebagai hak-hak fundamental (fundamental rights, civil rights). Istilah hak-hak asasi manusia secara monumental lahir sejak keberhasilan Revolusi Perancis pada tahun 1789 dalam dokumen penting Declaration des Droits de I’homme et du Citoyen egalite (persamaan), dan fraternite (persaudaraan). Namun demikian, sebenernya masalah hak-hak asasi manusia telah lama diperjuangkan manusia. Istilah hak dasar atau hak asasi manusia sebenernya banyak tercantum dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, misalnya dalam UUD 1945, konstitusi RIS 1949, UUD sementara 1950, Ketetapan MPRS No. XIV / MPRS / 1966, dan Ketetapan No. XVII / MPR / 1998. Era reformasi dapat disebut sebagai salah satu tonggak perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Hal ini tidak lepas bahwa setelah dikeluarkan Tap MPR No. XVII / MPR / 1998, disahkan pula UU No. 39 / 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 26 / 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.


PERAN SERTA DALAM UPAYA PEMAJUAN, PENGHORMATAN, DAN PENEGAKAN HAM DI INDONESIA
            Peran serta dan upaya pemajuan, penghormatan, dan penegakan HAM di Indonesia tidak terlepas dari kesadaran internal atas perkembangan opini dunia terhadap masalah-masalah demokratisasi dan hak asasi manusia. Hal ini dapat kita lihat pada Pembukaan UUD 1945 dan Batang Tubuhnya yang mencantumkan prinsip-prinsip pelaksanaan HAM.
            Dorongan eksternal dapat kita cermati sorotan-sorotan yang dilakukan oleh negara-negara Barat terhadap perkembangan hak asasi manusia di Indonesia. Selain itu, terdapat pula lembaga-lembaga independen seperti Hman Rights Watch atau Amnesty Intenational yang secara berkala membuat penilaian terhadap penegakan HAM di berbagai belahan dunia. Penilaian semacam itu sesungguhnya bermakna positif bagi perkembangan penegakan HAM di Indonesia dalam rangka lebih menyempurnakan upaya-upaya nyata penegakan HAM di Indonesia.
            Dalam perkembangan lebih lanjut, peran serta dan upaya pemajuan, penghormatan, dan penegakan HAM di Indonesia dilakukan melalui hal-hal berikut:
1.      Pada tanggal 7 Juni 1993, telah diupayakan berdirinya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai tindak lanjut lokakarya tentang HAM yang diselanggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI dengan dukungan PBB. Salah satu tujuan pembentukan Komnas HAM adalah untuk meningkatan perlindungan hak manusia.
2.      Pasca orde baru (era reformasi), perhatian terhadap upaya pemajuan, penghormatan, dan penegakan HAM di Indonesia semakin nyata, yakni dengan disahkannya Ketetapan MPR No. XVII / MPR / 1998 tentang Hak Asasi Manusia pada tanggal 13 November 1998. Dalam ketetapan tersebut, MPR menugaskan kepada lembaga-lembaga negara dan aparatur pemerintahan untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman tentang HAM. Selain itu, Presiden dan DPR juga ditugaskan untuk segera meratifikasi berbagai instrumen internasional tentang HAM.
3.      Landasan bagi penegakan HAM di Indonesia semakin kokoh setelah MPR melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Dalam amandemen UUD 1945 tersebut, persoalan HAM mendapat perhatian yang khusus dengan ditambahkannya bab X A tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri atas pasal 28 A hingga 28 J. Hal ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menegakkan hak asasi manuisa.
4.      Tonggak lain dalam sejarah penegakkan hak asasi manusia di indonesia adalah berdirinya oengadilan HAM yang dibentuk berdasarkan Undakng-Undang No. 26 tahun 2000. Pengadilan HAM ini merupakan suatu pengadilan yang secara khusus menangani kejahatan pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
5.      Pembentukan lembaga-lembaga yang menangani kejahatan HAM dan penyusunan beberapa instrumen hukum pokok yang mengatur perlindungan terhadap HAM secara nyata telah mendorong penegakan HAM di Indonesia.
6.      Pembentukan Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM tahun 2003 yang mempunyai tugas pokok untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM.
7.      Di sisi lain, melalui berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), banyak pihak melakukan pembelaan dan bantuan hukum (advokasi) terhadap para korban kejahatan HAM. 




Rabu, 11 Maret 2015

pendidikan kewarganegaraan



PENGERTIAN BANGSA DAN NEGARA

Makna Bangsa
            Dalam memahami pengertian sebuah bangsa, telah banyak upaya yang dilakukan oleh para ahli di bidangnya. Apa itu bangsa? Sebagian ahli berpendapat bahwa bangsa itu mirip dengan komunitas etnik, meskipun tidak sama. Bangsa adalah suatu komunitas etnik yang ciri-cirinya adalah: memiliki nama, wilayah tertentu, mitos leluhur bersama, kenangan bersama, satu atau beberapa budaya yang sama dan solidaritas tertentu.
            Dalam pengertian sosiologis, bangsa termasuk “kelompok paguyuban” yang secara kodrati ditakdirkan untuk hidup bersama dan senasib sepenanggungan di dalam negara.
            Berikut ini pendapat beberapa ahli kenegaraan ternama dalam mendefinisikan sebuah bangsa:
A.    Hans Kohn (Jerman)
Bangsa adalah hasil tenaga hidup manusia dalam sejarah. Suatu bangsa merupakan golongan yang beraneka ragam dan tidak bias dirumuskan secara eksak.
B.     Ernest Renan (Perancis)
Bangsa adalah suatu nyawa, suatu akal yang terjadi dari dua hal, yaitu rakyat yang harus bersama-sama menjalankan satu riwayat, dan rakyat yang kemudian harus mempunyai kemauan atau keinginan hidup untuk menjadi satu.
C.     Otto Bauer (Jerman)
Bangsa adalah kelompok manusia yang mempunyai kesamaan karakter. Karakteristik tumbuh karena adanya kesamaan nasib.
D.    F. Ratzel (Jerman)
Bangsa terbentuk karena adanya hasrat bersatu. Hasrat itu timbul karena adanya rasa kesatuan antara manusia dan tempat tinggalnya (paham goepolitik).


E.     Jalobsen dan Lipman
Bangsa adalah suatu kesatuan budaya (cultural unity) dan kesatuan politik (political unity).

Definisi Bangsa
            Definisi-definisi bangsa berkisar dari yang menekankan factor-faktor “objektif” seperti bahasa, agama, adat istiadat, wilayah, dan institusi, sampai definisi yang sepenuhnya menekankan factor-faktor “subjektif”, seperti sikap, persepsi, dan sentiment.
A.    Definisi yang menekankan factor objektif, disampaikan oleh Josep Stalin yang mengatakan bahwa “suatu bangsa yang terbentuk secara historis, merupakan komunitas rakyat yang stabil yang terbentuk atas dasar kesamaan bahasa, wilayah, kehidupan ekonomi, serta perasaan psikologis yang terwujud dalam budaya bersama”.
B.     Definisi yang menekankan factor subjektif, disampaikan oleh Benedict Anderson yang mengatakan bahwa “bangsa adalah suatu komunitas politik yang terbayang (imagined community) dalam wilayah yang jelas batasnya dan berdaulat”. Sedangkan menurut Anthony D. Smith, bangsa adalah suatu komunitas manusia yang memiliki nama, menguasai suatu tanah air, memiliki mitos-mitos dan sejarah bersama, budaya public bersama, perekonomian tunggal, dan hak serta kewajiban bersama bagi semua anggotanya.

Makna Negara
      Secara etimologis, “negara” berasal dari bahasa asing Staat (Belanda, Jerman), atau State (Inggris). Kata staat maupun state berasal dari bahasa latin, yaitu status atau statum yang berarti “menempatkan dalam keadaan berdiri, membuat berdiri, dan menempatkan”. Kata status juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang menunjukkan sifat atau keadaan tegak dan tetap. Sementara itu, Niccolo Machiavelli memperkenalkan istilah LaStato dalam bukunya “II Principe” yang mengartikan negara sebagai kekuasaan. Buku itu uga mengajarkan bagaimana seharusnya seorang raja memerintah dengan sebaik-baiknya.
      Kata “negara” yang lazim digunakan di Indonesia berasal dari bahasa sansekerta nagari atau nagara, yang berarti wilayah, kota, atau penguasa. Pada masa kerajaan Majapahit abad XIV, seperti tertulis  dalam buku Negara Kertagama karangan Mpu Prapanca (1365), digambarkan tentang pemerintahan Majapahit yang menghormati musyawarah, hubungan antardaerah, dan hubungan dengan negara-negara tetangga.
      Berikut ini pengertian negara menurut beberapa pakar kenegaraan:
1.      George Jellinek
Negara adalah organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang mendiami wilayah tertentu.
2.      G.W.F. Hegel
Negara adalah organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.
3.      Mr. Kranenburg
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena adanya kehendak dari suatu golongan atau bangsa.
4.      Karl Marx
Negara adalah alat kelas yang berkuasa (kaum borjuis/kapitalis) untuk menindas atau mengeksploitasi kelas yang lain (proletariat/buruh).
5.      Logeman
Negara adalah organisasi kemasyarakatan (ikatan kerja) yang mempunyai tujuan untuk mengatur dan memelihara masyarakat tertentu dengan kekuasaannya. Organisasi itu adalah ikatan-ikatan fungsi atau lapangan-lapangan kerja tetap.
6.      Roger F. Soltau
Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama rakyat.

HAK DAN KEWAJIBAN DASAR WARGA NEGARA

Hak-hak Dasar Warga Negara
            Hak dasar sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat serta bebas dari segala macam bentuk penjajahan (Pembukaan UUD 1945, alenia I), dan hak dasar sebagai warga negara dalam berbagai bidang kehidupan, antara lain:
A.    menyatakan diri sebagai warga negara dan penduduk Indonesia atau ingin menjadi warga negara suatu negara (pasal 26),
B.     bersamaan kedudukan di dalam hokum dan pemerintahan (pasal 27 ayat (1)),
C.     memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat (2)),
D.    kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran lisan dan tulisan (pasal 28),
E.     mempertahankan hidup dan kehidupannya sebagai hak asasi manusia (pasal 28 A)
F.      jaminan memeluk salah satu agama dan pelaksanaan ajaran agamanya masing-masing (pasal 29 ayat (2)),
G.    ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (pasal 30),
H.    mendapat pendidikan (pasal 31),
I.       mengembangkan kebudayaan nasional (pasal 32),
J.       berhak dalam mengembangkan usaha-usaha bidang ekonomi (pasal 33)dan
K.    memperoleh jaminan pemeliharaan dari pemerintah sebagai fakir miskin (pasal 34).




Kewajiban Dasar Warga Negara
            Kewajiban dasar sebagai warga negara dalam berbagai bidang kehidupan, antara lain:
A.    menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan (Pembukaan UUD 1945, alinea I),
B.     menghargai nilai-nilai persatuan,kemerdekaan dan kedaulatan bangsa (Pembukaan UUD 1945, alinea II),
C.     menjunjung tinggi dan setia kepada konstitusi negara dan dasar negara (Pembukaan UUD 1945, alinea IV),
D.    setia membayar pajak untuk negara (Pasal 23 ayat 2),
E.     wajib menjunjung tinggi hokum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1),
F.      wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (pasal 30 ayat (1)),
G.    wajib menghormati bendera negara Indonesia sang merah putih (pasal 35),
H.    wajib menghormati bahasa negara bahasa Indonesia (pasal 36),
I.       wajib menjunjung tinggi lambing negara Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika (pasal 36 A),
J.       wajib menghormati lagu kebangsaan Indonesia Raya (pasal 36 B).

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
            Pendidikan kewarganegaraan atau yang popular disebut civil education diharapkan menghasilkan kedewasaan warga negara dalam berdemokrasi hal ini menunjukkan adanya keterkaitan erat antara sikap-sikap demokratis warga negara dan program pendidikan demokrasi.

TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
            Setiap generasi adalah masyarakat baru yang harus memperoleh pengetahuan mempelajari keahlian,dan mengembangkan karakter atau watak public maupun privat yang sejalan dengan demokrasi konstitusional. Sikap mental ini harus dipelihara dan dipupuk melalui perkataan dan pengajaran serta kekuatan keteladanan. Demokrasi bukanlah “mesin yang akan berfungsi dengan sendirinya”, tetapi harus selalu secara sadar direproduksi dari suatu generasi ke generasi berikutnya.