Macam
Tujuan Penelitian
1.
Eksplorasi
Seperti disebutkan di atas, bila kita ingin
menjelajahi (mengeksplorasi) suatu topik (permasalahan), atau untuk mulai
memahami suatu topik, maka kita la-kukan penelitian eksplorasi. Penelitian
esplorasi (menjelajah) berkaitan den-gan upaya untuk menentukan apakah suatu
fenomena ada atau tidak. Penelitian yang mempunyai tujuan seperti ini dip akai
untuk menjawab ben-tuk pertanyaan “Apakah X ada/terjadi?”. Contoh penelitian
sederhana (dalam ilmu sosial): Apakah laki-laki atau wanita mempunyai
kcenderungan duduk di bagian depan kelas atau tidak? Bila salah satu pihak atau
keduanya mem-punyai kecend erungan itu, maka kita mendapati suatu fenomena
(yang mendorong penelitian lebih lanjut). Penelitian eksplorasi dapat juga
sangat kompleks. Umumnya, peneliti memilih tujuan eksplorasi karena tuga macam
maksud, yaitu: (a) memuaskan keingintahuan awal dan nantinya ingin lebih
memahami, (b) menguji kelayakan dalam melakukan penelitian/studi yang lebih
mendalam nantinya, dan (c) mengembangkan metode yang akan di-pakai dalam
penelitian yang lebih mendalam. Hasil penelitian eksplorasi, karena merupakan
penelitian penjelajahan, maka sering dianggap tidak memuaskan. Kekurang-puasan
terhadap hasil penelitian ini umumnya terkait dengan masalah sampling
(representativeness)—menurut Babbie 1989: 80. Tapi perlu kita sadari bahwa
penjelajahan memang berarti “pembukaan jalan”, sehingga setelah “pintu terbuka
lebar-lebar” maka diperlukan penelitian yang lebih mendalam dan terfokus pada
sebagian dari “ruang di balik pintu yang telah terbuka” tadi.
2.
Deskripsi
Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengkajian
fenomena secara lebih rinci atau membedakannya dengan fenomena yang lain.
Sebagai contoh, meneruskan contoh pada bahasan penelitian eksplorasi di atas,
yaitu misal: ternyata wanita lebih cenderung duduk di bagian depan kelas
daripada laki-laki, maka penelitian lebih lanjut untuk lebih memerinci:
misalnya, apa batas atau pengertian yang lebih tegas tentang “bagian depan
kelas”? Apakah duduk di muka tersebut berkaitan dengan macam mata pelajaran?
tingkat kemenarikan guru yang mengajar? ukuran kelas? Penelitian deskriptif
menangkap ciri khas suatu obyek, seseorang, atau suatu kejadian pada waktu data
dikumpulkan, dan ciri khas tersebut mungkin berubah dengan perkembangan waktu.
Tapi hal ini bukan berarti hasil penelitian waktu lalu tidak berguna, dari
hasil-hasil tersebut kita dapat melihat perkembangan perubahan suatu fenomena
dari masa ke masa.
3.
Prediksi
Penelitian prediksi berupaya mengidentifikasi
hubungan (keterkaitan) yang memungkinkan kita berspekulasi (menghitung) tentang
sesuatu hal (X) dengan mengetahui (berdasar) hal yang lain (Y). Prediksi sering
kita pakai sehari-hari, misalnya dalam menerima mahasiswa baru, kita gunakan
skor minimal tertentu—yang artinya dengan skor tersebut, mahasiswa mempunyai
kemungkinan besar untuk berhasil dalam studinya (prediksi hubungan antara skor
ujian masuk dengan tingkat keberhasilan studi nantinya).
4.
Eksplanasi
Penelitian eksplanasi mengkaji hubungan sebab-akibat
diantara dua fenomena atau lebih. Penelitian seperti ini dipakai untuk
menentukan apakah suatu eksplanasi (keterkaitan sebab-akibat) valid atau tidak,
atau menentukan mana yang lebih valid diantara dua (atau lebih) eksplanasi yang
saling bersaing. Penelitian eksplanasi (menerangkan) juga dapat bertujuan
menjelaskan, misalnya, “mengapa” suatu kota tipe tertentu mempunyai tingkat
kejahatan lebih tinggi dari kota-kota tipe lainnya. Catatan: dalam penelitian
deskriptif hanya dijelaskan bahwa tingkat kejahatan di kota tipe tersebut berbeda
dengan di kota-kota tipe lainnya, tapi tidak dijelaskan “mengapa” (hubungan
sebab-akibat) hal tersebut terjadi.
5.
Aksi
Penelitian aksi (tindakan) dapat meneruskan salah
satu tujuan di atas den-gan penetapan persyaratan untuk menemukan solusi dengan
bertindak se-suatu. Penelitian ini umumnya dilakukan dengan eksperimen tidakan
dan mengamati hasilnya; berdasar hasil tersebut disusun persyaratan solusi.
Misal, diketahui fenomena bahwa meskipun suhu udara luar sudah lebih din-gin
dari suhu ruang, orang tetap memakai AC (tidak mematikannya). Dalam eksperimen
penelitian tindakan dibuat berbagai alat bantu mengingatkan orang bahwa udara
luar sudah lebih dingin dari udara dalam. Ternyata dari beberapa alat bantu,
ada satu yang paling dapat diterima. Dari temuan itu disusun persyaratan solusi
terhadap fenomena di atas.
Ragam
Penelitian Menurut Bidang Ilmu
Pada umumnya ilmu bisa dibagi menjadi ilmu-ilmu
dasar dan ilmu-ilmu terapan. Yang termasuk kelompok ilmu dasar antara
lain ilmu yang dikembankan pada fakultas MIPA seperti fisika,matematika,
kimia geofisika, geografi dan biologi. Sedangkan yang termasuk kelompok ilmu
terapan yaitu: ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu teknologi pertanian.
Ragam
penelitian Menurut Pembentukan Ilmu
Penelitian menurut Pembentukan ilmu yaitu penelitian
yang dibentuk melalui penelitian induktif dan penelitian dedukatif. Peneltian
induktif yaitu peneltian yang hasilnya berupa hipotesis atau teori, sedangkan
peneltian deduktif yaitu penilitian yang menguji hipotesis atau teori.
Ragam
penelitian Menurut Bentuk Data (Kuantitatif dan Kualitatif)
Ragam penelitian bisa juga dilihat dari bentuk
datanya. Dalam penelitian data bisa
beberapa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yaitu data yang tidak
berpa angka yang bisa diolah dengan statistik atau matematika. Data kuantitatif
yaitu data yang berpa angka yang bisa diolah dengan statistik atau matematika.
Walaupun begitu terkadang dilakukan sebuah upaya kuantifikasi terhadap data
kualitatif manjadi kuantitatif. Contohnya persepsi bisa diukur dengan cara
membubuhkan angka dari 1 hingga 5.
Penelitian yang mengolah data kualitatif disebut dengan penelitian kualitatif, sedangkan peneltian yang datanya berupa kuantitaf maka disebut dengan penelitian kuantitatif.
Penelitian yang mengolah data kualitatif disebut dengan penelitian kualitatif, sedangkan peneltian yang datanya berupa kuantitaf maka disebut dengan penelitian kuantitatif.
Ragam
Penelitian Menurut Paradigma Keilmuan
Ada 3 macam pradigma keilmuan yang berhubungan
degnan penelitian yaitu:
1. Positivisme
2. Rasionalisme
3. Fenomenologi
Dari ketiga macam pradigma keilmuan tersebut bisa dibedakan dalam berbagai sudut pandang yaitu: sumber teori/ kebenaran, teori yang dihasilkan dari penelitian.
Pradigma positivisme percaya kebenaran sumbernya berasal dari empiri sensual,yang bisa ditangkap panca indra.
Pradigma rasioalime kebenaran bersumber tidak hanya dari empiri sensual, tetapi juga dari empiri etik (idealisasi realitas) dan empiri logik (pikiran: simplifikasi, abstraksi).
Pradigma fenomenologi kebenaran sumbernya tidak hanya berasal dari empiri sensual, empiri etik, empiri logik, tetapi juga empiri transcendental (keyakinan).
1. Positivisme
2. Rasionalisme
3. Fenomenologi
Dari ketiga macam pradigma keilmuan tersebut bisa dibedakan dalam berbagai sudut pandang yaitu: sumber teori/ kebenaran, teori yang dihasilkan dari penelitian.
Pradigma positivisme percaya kebenaran sumbernya berasal dari empiri sensual,yang bisa ditangkap panca indra.
Pradigma rasioalime kebenaran bersumber tidak hanya dari empiri sensual, tetapi juga dari empiri etik (idealisasi realitas) dan empiri logik (pikiran: simplifikasi, abstraksi).
Pradigma fenomenologi kebenaran sumbernya tidak hanya berasal dari empiri sensual, empiri etik, empiri logik, tetapi juga empiri transcendental (keyakinan).
Ragam
Penelitian Menurut Strategi (Opini, Empiris, Arsip, Logika Internal)
Buckley dkk. (1976: 23) menjelaskan arti metodologi,
strategi, domain, teknik, sebagai berikut:
1) Metodologi merupakan kombinasi tertentu yang meliputi strategi, domain, dan teknik yang dipakai untuk mengembangkan teori (induksi) atau menguji teori (deduksi).
2) Strategi terkait dengan sifat alamiah yang esensial dari data dan proses data tersebut dikumpulkan dan diolah.
3) Domain berkaitan dengan sumber data dan lingkungannya.
4) Teknik terkait dengan alat pengumpulan dan pengolahan data. Teknik dibedakan dua macam, yaitu:
a) Teknik “formal” merupakan teknik yang diterapkan secara obyektif dan menggunakan data kuantitatif.
b) Teknik “informal” merupakan teknik yang diterapkan secara subyektif dan menggunakan data kualitatif.
1) Metodologi merupakan kombinasi tertentu yang meliputi strategi, domain, dan teknik yang dipakai untuk mengembangkan teori (induksi) atau menguji teori (deduksi).
2) Strategi terkait dengan sifat alamiah yang esensial dari data dan proses data tersebut dikumpulkan dan diolah.
3) Domain berkaitan dengan sumber data dan lingkungannya.
4) Teknik terkait dengan alat pengumpulan dan pengolahan data. Teknik dibedakan dua macam, yaitu:
a) Teknik “formal” merupakan teknik yang diterapkan secara obyektif dan menggunakan data kuantitatif.
b) Teknik “informal” merupakan teknik yang diterapkan secara subyektif dan menggunakan data kualitatif.
Secara lebih sederhana, dapat dikatakan bahwa
strategi berkaitan dengan “cara” kita melakukan pengembangan atau pengujian
teori. Berkaitan dengan strategi, ragam penelitian dapat dibedakan menjadi
empat, yaitu penelitian: (1) opini, (2) empiris, (3) kearsipan, dan (4)
analitis.
Penelitian
Opini
Bila peneliti mencari pandangan atau persepsi
orang-orang terhadap suatu permasalahan, maka ia melakukan penelitian opini.
Orang-orang tersebut dapat merupakan kelompok atau perorangan (jadi domain-nya
dapat berupa kelompok atau individual). Terdapat banyak ragam metode/teknik
yang dapat dipakai untuk penelitian opini perorangan, salah satunya yang
populer dan formal adalah: metode penelitian survei (survey research)1. Selain
itu, penjaringan persepsi perorangan yang informal dapat dilakukan dengan
teknik wawancara. Untuk mengumpulkan opini kelompok, secara formal, dapat
dipakai metode Delphi. Metode ini dilakukan terhadap kelompok pakar, untuk
mengembangkan konsensus—atau tidak adanya konsensus—dengan menghindari pengaruh
opini antar pakar2. Teknik informal untuk menggali opini kelompok dapat
dilakukan antara lain dengan curah gagas (brainstorming)3. Cara ini dilakukan
dengan (a) menfokuskan pada satu masalah yang jelas, (b) terima semua ide,
tanpa disangkal, tanpa melihat layak atau tidak, dan (c) katagorikan ide-ide
tersebut.
Penelitian
Empiris
Empiris terkait dengan observasi atau kejadian yang dialami sendiri oleh peneliti. Penelitian empiris dapat dibedakan dalam tiga macam bentuk, yaitu: studi kasus, studi lapangan, dan studi laboratorium. Ketiga macam penelitian ini dapat dibedakan dari dua sudut pandang, yaitu: (a) keberadaan rancangan eksperimen, dan (b) keberadaan kendali eksperimen.
Empiris terkait dengan observasi atau kejadian yang dialami sendiri oleh peneliti. Penelitian empiris dapat dibedakan dalam tiga macam bentuk, yaitu: studi kasus, studi lapangan, dan studi laboratorium. Ketiga macam penelitian ini dapat dibedakan dari dua sudut pandang, yaitu: (a) keberadaan rancangan eksperimen, dan (b) keberadaan kendali eksperimen.
Penelitian
Kearsipan
“Arsip”, dalam hal ini, diartikan sebagai rekaman
fakta yang disimpan. Kita bedakan tiga tipe arsip, yaitu: (1) primer, (2)
sekunder, dan (3) fisik. Dua tipe yang pertama berkaitan dengan arsip tertulis,
tape, dan bentuk -bentuk lain dokumentasi. Arsip primer adalah rekaman fakta
langsung oleh perekamnya (misal: data perkantoran), sedangkan arsip sekunder
merupakan hasil rekaman orang/pihak lain. Tipe ketiga, yaitu arsip fisik, dapat
berupa batu candi, jejak kaki, dan sebagainya. Teknik informal dalam penelitian
ini berupa antara lain: scanning dan observasi.
Teknik formal untuk arsip tertulis primer dapat dilakukan dengan metode analisis isi (content analysis). Terhadap arsip sekunder dapat dilakukan teknik sampling, sedangkan terhadap arsip fisik dapat dilakukan antara lain dengan pengukuran erosi dan akresi (untuk penelitian arkeologi).
Teknik formal untuk arsip tertulis primer dapat dilakukan dengan metode analisis isi (content analysis). Terhadap arsip sekunder dapat dilakukan teknik sampling, sedangkan terhadap arsip fisik dapat dilakukan antara lain dengan pengukuran erosi dan akresi (untuk penelitian arkeologi).
Penelitian
Analitis
Terdapat problema penelitian yang tidak dapat
dipecahkan dengan penelitian opini, empiris atau kearsipan. Penelitian tersebut
perlu dipecahkan secara analitis, yaitu dilakukan dengan cara memecah problema
menjadi sub-sub problema (atau variabel-variabel) dan dicari karakteristik tiap
sub problema (variabel) dan keterkaitan antar sub problema (variabel).
Penelitian analitis sangatmenggantungkan diri pada logika internal penelitinya,
sehingga subyektivitas peneliti perlu dihindari. Untuk itu, penelitian analitis
perlu mendasarkan diri pada filsafat atau logika. Terdapat berbagai teknik
formal dalam penelitian analitis, antara lain: logika matematis, pemodelan
matematis, dan teknik organisasi formal (flowcharting, analisis jaringan,
strategi pengambilan keputusan, algoritma, heuristik). Catatan: Riset operasi
merupakan pengembangan dari penelitian analitis. Teknik informal untuk
penelitian analitis meliputi antara lain: skenario, dialektik, metode
dikotomus, metode teralogis—lihat Buckley dkk. (1976: 27).
Ragam
Penelitian Menurut Lain-Lain
Dalam literatur terdapat banyak ragam penelitian
menurut berbagai sudut pandang, dan tidak semua ragam dapat dibahas disini.
Pembahasan lain-lain hanya akan melihat ragam penelitian bersumber dari tiga
pustaka, yaitu buku Arikunto (1998), Suryabrata (1983)4, dan Yin (1989)5.
1. Ragam Penelitian menurut pendekatan—sumber: Arikunto (1998: 9-10)
a. Penelitian dengan pendekatan longitudinal (satu obyek penelitian dilihat bergerak sejalan dengan waktu)
b. Penelitian dengan pendekatan penampang-silang (cross-sectional—yaitu banyak obyek penelitian dilihat pada satu waktu yang sama).
2. Ragam Penelitian—sumber: Suryabrata (1983: 15-64)
a. Historis (membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif)
b. Deskriptif (membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu)
c. Perkembangan (menyelidiki pola dan urutan pertumbuhan dan/atau perubahan sebagai fungsi waktu)
d. Kasus/Lapangan (mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu obyek)
e. Korelasional (mengkaji tingkat keterkaitan antara variasi suatu faktor dengan variasi faktor lain berdasar koefisien korelasi)
f. Eksperimental sungguhan (menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan melakukan kontrol/kendali)
g. Eksperimental semu (mengkaji kemungkinan hubungan sebab akibat dalam keadaan yang tidak memungkinkan ada kontrol/kendali, tapi dapat diperoleh informasi pengganti bagi situasi dengan pengendalian)
h. Kausal-komparatif (menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat, tapi tidak dengan jalan eksperimen—dilakukan denganpengamatan terhadap data dari faktor yang diduga menjadi penyebab, sebagai pembanding)
i. Tindakan (mengembangkan ketrampilan baru atau pendekatan baru dan diterapkan langsung serta dikaji hasilnya).
1. Ragam Penelitian menurut pendekatan—sumber: Arikunto (1998: 9-10)
a. Penelitian dengan pendekatan longitudinal (satu obyek penelitian dilihat bergerak sejalan dengan waktu)
b. Penelitian dengan pendekatan penampang-silang (cross-sectional—yaitu banyak obyek penelitian dilihat pada satu waktu yang sama).
2. Ragam Penelitian—sumber: Suryabrata (1983: 15-64)
a. Historis (membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif)
b. Deskriptif (membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu)
c. Perkembangan (menyelidiki pola dan urutan pertumbuhan dan/atau perubahan sebagai fungsi waktu)
d. Kasus/Lapangan (mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu obyek)
e. Korelasional (mengkaji tingkat keterkaitan antara variasi suatu faktor dengan variasi faktor lain berdasar koefisien korelasi)
f. Eksperimental sungguhan (menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan melakukan kontrol/kendali)
g. Eksperimental semu (mengkaji kemungkinan hubungan sebab akibat dalam keadaan yang tidak memungkinkan ada kontrol/kendali, tapi dapat diperoleh informasi pengganti bagi situasi dengan pengendalian)
h. Kausal-komparatif (menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat, tapi tidak dengan jalan eksperimen—dilakukan denganpengamatan terhadap data dari faktor yang diduga menjadi penyebab, sebagai pembanding)
i. Tindakan (mengembangkan ketrampilan baru atau pendekatan baru dan diterapkan langsung serta dikaji hasilnya).
Ragam
Penelitian dan Syarat Penelitian
Melihat banyak ragam penelitian dari berbagai sudut
pandang dan dari berbagai pendapat para penulis, maka kita perlu hati-hati
dalam menyebut ragam penelitian kita, karena dengan istilah yang sama tapi
orang lain mungkin menangkap artinya secara berbeda. Sering pula untuk satu
pengertian yang sama tapi diberi istilah yang berbeda. Selain itu, perlu
diperhatikan bahwa penelitian perlu dilakukan dengan syarat:
1) SISTEMATIK (menuruti prosedur tertentu, tidak ruwet), dan
2) OBYEKTIF (tidak subyektif, dengan sampel yang cukup, dipublikasikan agar dapat dievaluasi oleh kelompok pakar bidangnya/ peer)
1) SISTEMATIK (menuruti prosedur tertentu, tidak ruwet), dan
2) OBYEKTIF (tidak subyektif, dengan sampel yang cukup, dipublikasikan agar dapat dievaluasi oleh kelompok pakar bidangnya/ peer)
Unsur-unsur
Isi Proposal dan Keterkaitannya
Secara umum, isi proposal
penelitian meliputi.unsur-unsur sebagai berikut (menurut
pedoman penulisan tesis yang dikeluarkan oleh Program Pascasacrajan UGM, 1997):
1) Judul
2) Latar belakang & perumusan permasalahan (& keaslian penelitian, dan faedah yang dapat diharapkan)
3) Tujuan dan Lingkup penelitian
4) Tinjauan Pustaka
5) Landasan Teori
6) Hipotesis
7) Cara penelitian dan Jadwal penelitian
9) Daftar Pustaka
10) Lampiran
pedoman penulisan tesis yang dikeluarkan oleh Program Pascasacrajan UGM, 1997):
1) Judul
2) Latar belakang & perumusan permasalahan (& keaslian penelitian, dan faedah yang dapat diharapkan)
3) Tujuan dan Lingkup penelitian
4) Tinjauan Pustaka
5) Landasan Teori
6) Hipotesis
7) Cara penelitian dan Jadwal penelitian
9) Daftar Pustaka
10) Lampiran
Judul,
Latar Belakang, dan Rumusan Permasalahan
Bagian pertama atau awal sebuah proposal dimulai
dengan (1) judul, disusul dengan
(2) latar belakang, (3) rumusan masalah, (4) keaslian penelitian, dan (5) faedah atau manfaat penelitian.
(2) latar belakang, (3) rumusan masalah, (4) keaslian penelitian, dan (5) faedah atau manfaat penelitian.
Judul
Proposal Penelitian
Judul merupakan gerbang pertama seseorang membaca
sebuah proposal penelitian. karena merupakan gerbang pertama, maka judul
proposal penelitian perlu dapat menarik minat orang lain untuk membaca. Judul
perlu singkat tapi bermakna dan tentu saja harus jelas terkait dengan isinya.
Judul karya ilmiah berbeda dengan judul novel atau semacamnya dalam hal
kejelasan kaitannya dengan isi. Judul novel cenderung menarik minat pembaca
dengan mencerminkan suatu “misteri” tentang isinya sehingga pembaca tergelitik
ingin tahu isinya. Contoh judul novel: “Di Balik Kegelapan Malam”. Judul
penelitian ilmiah biasanya tidak perlu dimulai dengan kata “Studi…”,
“Penelitian…”, “Kajian..” dan sebagainya karena hal itu terlalu berlebihan.
Demikian pula contohnya dalam dunia novel, tidak ada judul yang berbunyi “Novel
tentang di balik kegelapan malam”. Judul sering berubah-ubah, makin singkat,
dan makin tajam (sejalan dengan makin tajamnya rumusan permasalahan). Bila
memang tidak dapat dipersingkat, meskipun tetap panjang, maka judul dapat
dibuat bertingkat, yaitu judul utama, dan anak judul. Penghalusan atau
perubahan judul juga perlu mempertimbangkan bahwa judul tersebut akan diakses
(dicari) dengan komputer, sehingga pakailah kata atau istilah yang umum dalam
bidang ilmunya.
Latar
Belakang
Dua pertanyaan perlu dijawab dalam rangka mengisi
bagian latar belakang ini, yaitu: Mengapa kita memilih permasalahan ini? Apakah
ada opini independen yang menunjang diperlukannya penelitian ini?
Untuk menjawab pertanyaan “mengapa kita memilih permasalahan ini?”, maka langkah pertama, kita perlu memilih bidang keilmuan yang kita ingin lakukan penelitiannya. Pemilihan bidang tersebut diteruskan ke sub-bidang dan seterusnya hingga sampai pada topik tertentu yang kita minati. Langkah kedua, kita perlu melakukan kajian terhadap pustaka berkaitan .kemajuan terakhir ilmu pengetahuan dalam topik tersebut—untuk mencari peluang pengembangan atau pemantapan teori. Minar maupun peluang tersebut seringkali didorong oleh isu nyata dan aktual—yang muncul di jurnal ilmiah terbaru atau artikel koran bermutu atau pidato penting dan aktual, atau direkomendasikan oleh penelitian sebelumnya.. Ini semua merupakan opini independen yang menunjang diperlukannya penelitian yang diusulkan tersebut.
Untuk menjawab pertanyaan “mengapa kita memilih permasalahan ini?”, maka langkah pertama, kita perlu memilih bidang keilmuan yang kita ingin lakukan penelitiannya. Pemilihan bidang tersebut diteruskan ke sub-bidang dan seterusnya hingga sampai pada topik tertentu yang kita minati. Langkah kedua, kita perlu melakukan kajian terhadap pustaka berkaitan .kemajuan terakhir ilmu pengetahuan dalam topik tersebut—untuk mencari peluang pengembangan atau pemantapan teori. Minar maupun peluang tersebut seringkali didorong oleh isu nyata dan aktual—yang muncul di jurnal ilmiah terbaru atau artikel koran bermutu atau pidato penting dan aktual, atau direkomendasikan oleh penelitian sebelumnya.. Ini semua merupakan opini independen yang menunjang diperlukannya penelitian yang diusulkan tersebut.
Rumusan
Permasalahan
Rumusan permasalahan perlu dituliskan secara
singkat, jelas, mudah dipahami dan mudah dipertahankan. Rumusan yang tersamar
terkandung dalam alinea tidak diharapkan karena memaksa pembaca untuk mencari
sendiri dan menginterpretasikan sendiri bagianbagian dari alinea atau
kalimat-kalaimat yang bersifat rumusan permasalahan. Tuliskanlah rumusan
permasalahan sebagai kalimat terakhir dari bagian ini agar mudah dibaca (dan
mudah dicari) bahasan lebih panjang lebar tentang cara-cara merumuskan
permasalahan termuat di bab tersendiri.
Keaslian
Penelitian
Dalam bagian ini, pada dasarnya, perlu kita
tunjukkan (dengan dasar kajian pustaka) bahwa permasalahan yang akan kita
teliti belum pernah diteliti sebelumnya. Tapi bila sudah pernah diteliti, maka
perlu kita tunjukkan bahwa teori yang ada belum mantap dan perlu diuji kembali.
Kondisi sebaliknya juga berlaku, yaitu bila permasalahan tersebut sudah pernah
diteliti dan teori yang ada telah dianggap mantap, maka kita perlu mengganti
permasalahan (dalam arti: mencari judul lain).
Faedah
Yang Diharapkan
Dalam bagian ini perlu ditunjukkan manfaat atau
faedah yang diharapkan dari penelitian ini untuk pengembangan ilmu pengetahuan
dan atau pembangunan negara. Manfaat bagi ilmu pengetahuan dapat berupa
penemuan/pengembangan teori baru atau pemantapan teori yang telah ada. Bagi
pembangunan negara, apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan langsung ke
praktek nyata? atau bila tidak langsung, jalur atau batu-batu loncatannya apa
saja?
Tujuan
dan Lingkup Penelitian
Tujuan penelitian berkaitan dengan kedudukan
permasalahan penelitian dalam khazanah ilmu pengetahuan (yang tercermin dalam
tinjauan pustaka). Kedudukan permasalahan—dilihat dari pandangan
tertentu—mempunyai lima macam kemungkinan, yaitu; ekplorasi (masih
“meraba-raba”), deskripsi (menjelaskan lebih lanjut), eksplanasi
(mengkonfirmasikan teori), prediksi (menjelaskan hubungan sebab-akibat), dan
aksi (aplikasi ke tindakan). Pandangan yang lain (Castetter dan Heisler, 1984:
9) membedakan tujuan penelitian (purpose of study) menjadi sembilan, yaitu: 1)
mengkaji (examine), mendeskripsikan (describe), atau menjelaskan (explain)
suatu fenomena unik; 2) meluaskan generalisasi suatu temuan tertentu; 3)
menguji validitas suatu teori; 4) menutup kesenjangan antar teori (penjelasan, explanasions)
yang ada; 5) memberikan penjelasan terhadap bukti-bukti yang bertentangan; 6)
memperbaiki metodologi yang keliru; 7) memperbaiki interpretasi yang
keliru; 8) mengatasi kesulitan dalam praktek; 9) memperbarui
informasi, mengembangkan bukti longitudinal (dari masa ke masa). Seringkali
untuk mencapai tujuan memerlukan waktu yang “terlalu” lama atau memerlukan
tenaga yang “terlalu” besar. Agar penelitian dapat dikelola dengan baik, maka
perlu dilakukan pembatasan terhadap pencapaian tujuan. Pembatasan tersebut
dilakukan dengan membatasi lingkup penelitian. Pernyataan batasan lingkup ini
juga berfungsi untuk lebih mempertajam rumusan permasalahan.
Tinjauan
Pustaka
Tinjauan pustaka memuat uraian sistematis dan
bersifat diskusi tentang hasil-hasil penelitian sebelumnya dan terkait serta
ilmu pengetahuan mutakhir (berupa pustaka) yang terkait dengan permasalahan.
Tinjauan pustaka berbeda dengan resensi pustaka. Resensi pustaka membahas
pustaka satu demi satu, sedangkan tinjauan pustaka membahas pustaka-pustaka per
topik (bukan per pustaka), dalam bentuk debat atau diskusi antar pustaka
tentang suatu topik tertentu. Urutan topik diatur secara sitematis, dalam arti
terdapat suatu kerangka yang jelas dalam merangkai topik-topik tersebut dalam
suatu sistem.
Menurut Castetter dan Heisler (1984), tinjauan pustaka berfungsi: 1) untuk mempelajari sejarah permasalahan penelitian (sehingga dapat ditunjukkan bahwa permasalahan tersebut belum pernah diteliti atau bila sudah pernah, teori yang ada belum mantap); 2) untuk membantu pemilihan cara penelitian (dengan belajar dari pengalaman penelitian sebelumnya); 3) untuk memahami kerangka atau latar belakang teoritis dari permasalahan yang diteliti (hasil pemahaman tersebut dituliskan tersendiri sebagai “Landasan Teori”); 4) untuk memahami kelebihan atau kekurangan studi-studi terdahulu (tidak semua penelitian menghasilkan temuan yang mantap); 5) untuk menghindarkan duplikasi yang tidak perlu (hasil fungsi ini dituliskan sebagai “Keaslian penelitian”); 6) untuk memberi penalaran atau alasan pemilihan permasalahan (hasil fungsi ini dituliskan sebagai “latar belakang”).
Menurut Castetter dan Heisler (1984), tinjauan pustaka berfungsi: 1) untuk mempelajari sejarah permasalahan penelitian (sehingga dapat ditunjukkan bahwa permasalahan tersebut belum pernah diteliti atau bila sudah pernah, teori yang ada belum mantap); 2) untuk membantu pemilihan cara penelitian (dengan belajar dari pengalaman penelitian sebelumnya); 3) untuk memahami kerangka atau latar belakang teoritis dari permasalahan yang diteliti (hasil pemahaman tersebut dituliskan tersendiri sebagai “Landasan Teori”); 4) untuk memahami kelebihan atau kekurangan studi-studi terdahulu (tidak semua penelitian menghasilkan temuan yang mantap); 5) untuk menghindarkan duplikasi yang tidak perlu (hasil fungsi ini dituliskan sebagai “Keaslian penelitian”); 6) untuk memberi penalaran atau alasan pemilihan permasalahan (hasil fungsi ini dituliskan sebagai “latar belakang”).
Landasan
Teori dan Hipotesis
Seperti diterangkan di bagian “Tinjauan Pustaka”,
landasan teori diangkat (disarikan) dari tinjauan pustaka tentang kerangka teori
yang melatarbelakangi (menjadi landasan) bagi permasalahan yang diteliti.
Landasan teori merupakan satu set teori yang dipilih oleh peneliti sebagai
tuntunan untuk mengerjakan penelitian lebih lanjut dan juga termasuk untuk
menulis hipotesis. Landasan teori dapat berbentuk uraian kualitatif, model
matematis, atau persamaan-persamaan. Catatan: untuk beberapa macam penelitian
(missal penelitian yang berbasis paradigma fenomenologi) tidak boleh atau tidak
perlu mempunyai landasan teori dan hipotesis..
Hipotesis memuat pernyataan singkat yang disimpulkan dari landasan teori atau tinjauan pustaka dan merupakan jawaban sementara (dugaan) terhadap permasalahan yang diteliti. Karena diangkat dari landasan teori, maka hipotesis merupakan “kesimpulan teoritik” (hasil perenungan teoritis) yang perlu diuji dengan kenyataan empirik. Hipotesis masih perlu diuji kebenarannya, maka isi hipotesis harus bersifat dapat diuji atau dapat dikonformasikan.
Menurut Borg dan Gall (dalam Arikunto, 1998: 70), penulisan hipotesis perlu mengikuti persayaratan sebagai berikut:
a) dirumuskan secara singkat tapi jelas;
b) dengan nyata menunjukkan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih;
c) didukung oleh teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli atau peneliti yang terkait (tercantum dalam landasan teori atau tinjauan pustaka).
Hipotesis memuat pernyataan singkat yang disimpulkan dari landasan teori atau tinjauan pustaka dan merupakan jawaban sementara (dugaan) terhadap permasalahan yang diteliti. Karena diangkat dari landasan teori, maka hipotesis merupakan “kesimpulan teoritik” (hasil perenungan teoritis) yang perlu diuji dengan kenyataan empirik. Hipotesis masih perlu diuji kebenarannya, maka isi hipotesis harus bersifat dapat diuji atau dapat dikonformasikan.
Menurut Borg dan Gall (dalam Arikunto, 1998: 70), penulisan hipotesis perlu mengikuti persayaratan sebagai berikut:
a) dirumuskan secara singkat tapi jelas;
b) dengan nyata menunjukkan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih;
c) didukung oleh teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli atau peneliti yang terkait (tercantum dalam landasan teori atau tinjauan pustaka).
Cara
Penelitian dan Jadwal Penelitian
Secara umum, dalam cara penelitian perlu dijelaskan:
1) ragam penelitian yang dianut (Amirin, 1986: 89, menyebutkannya sebagai “corak”
1) penelitian)—lihat bab “Ragam Penelitian”;
2) variabel-variabel yang diteliti;
3) sumber data (tempat variabel berada; populasi dan sampelnya);
4) instrumen atau alat yang dipakai dalam pengumpulan data/survei (termasuk antara lain: kuesioner);
5) cara pengumpulan data atau survei;
6) cara pengolahan dan analisis data.
Butir ke 5 dan 6 di atas juga dicerminkan dalam bentuk jadwal penelitian. Jadwal penelitian menguraikan kegiatan dan waktu yang direncanakan dalam: (a) tahap-tahap penelitian, (b) rincian kegiatan pada setiap tahap, dan (c) waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tiap tahap. Jadwal dapat dipresentasikan dalam bentuk tabel/matriks atau uraian narasi.
1) ragam penelitian yang dianut (Amirin, 1986: 89, menyebutkannya sebagai “corak”
1) penelitian)—lihat bab “Ragam Penelitian”;
2) variabel-variabel yang diteliti;
3) sumber data (tempat variabel berada; populasi dan sampelnya);
4) instrumen atau alat yang dipakai dalam pengumpulan data/survei (termasuk antara lain: kuesioner);
5) cara pengumpulan data atau survei;
6) cara pengolahan dan analisis data.
Butir ke 5 dan 6 di atas juga dicerminkan dalam bentuk jadwal penelitian. Jadwal penelitian menguraikan kegiatan dan waktu yang direncanakan dalam: (a) tahap-tahap penelitian, (b) rincian kegiatan pada setiap tahap, dan (c) waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tiap tahap. Jadwal dapat dipresentasikan dalam bentuk tabel/matriks atau uraian narasi.
Daftar
Pustaka dan Lampiran
Daftar Pustaka memuat informasi pustaka-pustaka yang
diacu dalam proposal penelitian. Kadangkala untuk menunjukkan bahwa peneliti
membaca banyak pustaka, maka dalam daftar pustaka dituliskan juga
pustaka-pustaka yang nyatanya tidak diacu dalam narasi proposal. Hal ini tidak
dianjurkan untuk dilakukan, karena sudah umum bahwa peneliti tentu membaca
banyak pustaka dalam rangka penelitiannya. Dalam daftar pustaka, biasanya, buku
dan majalah tidak dipisahkan dalam daftar sendiri-sendiri. Untuk penulisan
daftar pustaka terdapat banyak corak tata penulisan ikutilah petunjuk yang
berlaku dan terapkan corak tersebut secara konsisten.
Lampiran dapat diisi dengan materi yang “kurang
penting” dalam arti “boleh dibaca atau tidak dibaca”. Biasanya lampiran memuat
antara lain: kuesioner dan daftar sumber data yang akan dikunjungi atau diambil
datanya. Sebaiknya jumlah halaman lampiran tidak terlalu banyak agar tidak
terasa lebih penting dibanding dengan isi utamanya.
Hubungan
Antara Proposal dan Laporan Penelitian
Penyusunan proposal sebenarnya merupakan kegiatan
yang menerus, meskipun pada saat yang telah ditetapkan kita harus memasukkan
proposal untuk dievaluasi. Proposal yang telah selesai dievaluasi dan diterima
untuk dilaksanakan tetap harus dikembangkan penulisannya. Isi proposal akan
menjadi bahan awal bagi penulisan laporan penelitian.
Perumusan
Masalah
Setelah peneliti menentukan bidang penelitian
(problem area) yang diminatinya, kegiatan berikutnya adalah menemukan
permasalahan (problem finding atau problem generation). Penemuan permasalahan
merupakan salah satu tahap penting dalam penelitian. Situasinya jelas: bila
permasalahan tidak ditemukan, maka penelitian tidak perlu dilakukan. Pentingnya
penemuan permasalahan juga dinyatakkan oleh ungkapan: “Berhasilnya perumusan
permasalahan merupakan setengah dari pekerjaan penelitian”. Penemuan permasalahan
juga merupakan tes bagi suatu bidang ilmu; seperti diungkapkan oleh Mario Bunge
(dalam : Buckley dkk., 1976, 14) dengan pernyataan: “Kriteria terbaik untuk
menjajagi apakah suatu disiplin ilmu masih hidup atau tidak adalah dengan
memastikan apakah bidang ilmu tersebut masih mampu menghasilkan permasalahan .
. . . Tidak satupun permasalahan akan tercetus dari bidang ilmu yang sudah
mati”. Permasalahan yang ditemukan, selan-jutnya perlu dirumuskan ke dalam
suatu pernyataan (problem statement). Dengan demikian, pembahasan isi bab ini
akan dibagi menjadi dua bagian: (1) penemuan permasalahan, dan (2) perumusan
permasalahan.
Penemuan
Permasalahan
Kegiatan untuk menemukan permasalahan biasanya
didukung oleh survai ke perpustakaan untuk menjajagi perkembangan pengetahuan
dalam bidang yang akan diteliti, terutama yang diduga mengandung permasalahan.
Perlu dimengerti, dalam hal ini, bahwa publikasi berbentuk buku bukanlah
informasi yang terbaru karena penerbitan buku merupakan proses yang memakan
waktu cukup lama, sehingga buku yang terbit—misalnya hari ini—ditulis sekitar
satu atau dua tahun yang lalu. Perkembangan pengetahuan terakhir biasanya
dipublikasikan sebagai artikel dalam majalah ilmiah; sehingga suatu (usulan)
penelitian sebaiknya banyak mengandung bahasan tentang artikel-artikel
(terbaru) dari majalah-majalah (jurnal) ilmiah bidang yang diteliti. Kegiatan
penemuan permasalahan, seperti telah disinggung di atas, didukung oleh survai
ke perpustakaan untuk mengenali perkembangan bidang yang diteliti. Pengenalan
ini akan menjadi bahan utama deskripsi “latar belakang permasalahan” dalam
usulan penelitian. Permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai kesenjangan
antara fakta dengan harapan, antara tren perkembangan dengan keinginan
pengembangan, antara kenyataan dengan ide. Sutrisno Hadi (1986, 3)
mengidentifikasikan permasalahan sebagai perwujudan “ketiadaan, kelangkaan,
ketimpangan, ketertinggalan, kejanggalan, ketidakserasian, kemerosotan dan
semacamnya”. Seorang peneliti yang berpengalaman akan mudah menemukan
permasalahan dari bidang yang ditekuninya; dan seringkali peneliti tersebut
menemukan permasalahan secara “naluriah”; tidak dapat menjelaskan bagaimana
cara menemukannya. Cara-cara menemukan permasalahan ini, telah diamati oleh
Buckley dkk. (1976) yang menjelaskan bahwa penemuan permasalahan dapat
dilakukan secara “formal’ maupun ‘informal’. Cara formal melibatkkan prosedur
yang menuruti metodologi tertentu, sedangkan cara informal bersifat subjektif
dan tidak “rutin”. Dengan demikian, cara formal lebih baik kualitasnya dibanding
cara informal. Rincian cara-cara yang diusulkan Buckley dkk. dalam kelompol
formal dan informal terlihat pada gambar di bawah ini.
Bukley dkk., (1976:16-27) menjelaskan cara-cara
penemuan permasalahan—baik formal maupun informal—sebagai diuraikan di bagian
berikut ini. Setelah permasalahan ditemukan, kemudian perlu dilakukan
pengecekan atau evaluasi terhadap permasalahan tersebut— sebelum dilakukan
perumusan permasalahan.
Cara-cara
Formal Penemuan Permasalahan
Cara-cara formal (menurut metodologi penelitian)
dalam rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan dengan
alternatif-alternatif berikut ini:
1) Rekomendasi suatu riset. Biasanya, suatu laporan penelitian pada bab terakhir memuat kesimpulan dan saran. Saran (rekomendasi) umumnya menunjukan kemungkinan penelitian lanjutan atau penelitian lain yang berkaitan dengan kesimpulan yang dihasilkan. Saran ini dapat dikaji sebagai arah untuk menemukan permasalahan.
2) Analogi adalah suatu cara penemuan permasalahan dengan cara “mengambil” pengetahuan dari bidang ilmu lain dan menerapkannya ke bidang yang diteliti. Dalam hal ini, dipersyaratkan bahwa kedua bidang tersebut haruslah sesuai dalam tiap hal-hal yang penting. Contoh permasalahan yang ditemukan dengan cara analogi ini, misalnya: “apakah Proses perancangan perangkat lunak komputer dapat diterapkan pada proses perancangan arsitektural” (seperti diketahui perencanaan perusahaan dan perencanaan arsitektural mempunyai kesamaan dalam hal sifat pembuatan keputusannya yang Judgmental).
3) Renovasi. Cara renovasi dapat dipakai untuk mengganti komponen yang tidak cocok lagi dari suatu teori. Tujuan cara ini adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kemantapan suatu teori. Misal suatu teori menyatakan “ada korelasiyang signifikan antara arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub – inti dengan tipe bangunan rumah asal penghuninya” dapat direnovasi menjadi permasalahan “seberapa korelasi antara arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub – inti dengan tipe bangunan rumah asal penghuninya dengan tingkat pendidikan penghuni yang berbeda”. Dalam contoh di atas, kondisi yang “umum” diganti dengan kondisi tingkat pendidikan yang berbeda.
4) Dialektik, dalam hal ini, berarti tandingan atau sanggahan. Dengan cara dialektik, peneliti dapat mengusulkan untuk menghasilkan suatu teori yang merupakan tandingan atau sanggahan terhadap teori yang sudah ada.
5) Ekstrapolasi adalah cara untuk menemukan permasalahan dengan membuat tren (trend) suatu teori atau tren permasalahan yang dihadapi.
6) Morfologi adalah suatu cara untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan kombinasi yang terkandung dalam suatu permasalahan yang rumit, kompleks.
7) Dekomposisi merupakan cara penjabaran (pemerincian) suatu pemasalahan ke dalam komponen-komponennya. 8)Agregasi merupakan kebalikan dari dekomposisi. Dengan cara agregasi, peneliti dapat mengambil hasil-hasil peneliti atau teori dari beberapa bidang (beberapa penelitian) dan “mengumpulkannya” untuk membentuk suatu permasalah yang lebih rumit, kompleks.
1) Rekomendasi suatu riset. Biasanya, suatu laporan penelitian pada bab terakhir memuat kesimpulan dan saran. Saran (rekomendasi) umumnya menunjukan kemungkinan penelitian lanjutan atau penelitian lain yang berkaitan dengan kesimpulan yang dihasilkan. Saran ini dapat dikaji sebagai arah untuk menemukan permasalahan.
2) Analogi adalah suatu cara penemuan permasalahan dengan cara “mengambil” pengetahuan dari bidang ilmu lain dan menerapkannya ke bidang yang diteliti. Dalam hal ini, dipersyaratkan bahwa kedua bidang tersebut haruslah sesuai dalam tiap hal-hal yang penting. Contoh permasalahan yang ditemukan dengan cara analogi ini, misalnya: “apakah Proses perancangan perangkat lunak komputer dapat diterapkan pada proses perancangan arsitektural” (seperti diketahui perencanaan perusahaan dan perencanaan arsitektural mempunyai kesamaan dalam hal sifat pembuatan keputusannya yang Judgmental).
3) Renovasi. Cara renovasi dapat dipakai untuk mengganti komponen yang tidak cocok lagi dari suatu teori. Tujuan cara ini adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kemantapan suatu teori. Misal suatu teori menyatakan “ada korelasiyang signifikan antara arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub – inti dengan tipe bangunan rumah asal penghuninya” dapat direnovasi menjadi permasalahan “seberapa korelasi antara arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub – inti dengan tipe bangunan rumah asal penghuninya dengan tingkat pendidikan penghuni yang berbeda”. Dalam contoh di atas, kondisi yang “umum” diganti dengan kondisi tingkat pendidikan yang berbeda.
4) Dialektik, dalam hal ini, berarti tandingan atau sanggahan. Dengan cara dialektik, peneliti dapat mengusulkan untuk menghasilkan suatu teori yang merupakan tandingan atau sanggahan terhadap teori yang sudah ada.
5) Ekstrapolasi adalah cara untuk menemukan permasalahan dengan membuat tren (trend) suatu teori atau tren permasalahan yang dihadapi.
6) Morfologi adalah suatu cara untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan kombinasi yang terkandung dalam suatu permasalahan yang rumit, kompleks.
7) Dekomposisi merupakan cara penjabaran (pemerincian) suatu pemasalahan ke dalam komponen-komponennya. 8)Agregasi merupakan kebalikan dari dekomposisi. Dengan cara agregasi, peneliti dapat mengambil hasil-hasil peneliti atau teori dari beberapa bidang (beberapa penelitian) dan “mengumpulkannya” untuk membentuk suatu permasalah yang lebih rumit, kompleks.
Cara-cara
Informal Penemuan Permasalahan
Cara-cara informal (subyektif) dalam rangka
menemukan permasalahan dapat dilakukan dengan alternatif-alternatif berikut
ini:
1) Konjektur (naluriah). Seringkali permasalahan dapat ditemukan secara konjektur (naluriah), tanpa dasar-dasar yang jelas. Bila kemudian, dasar-dasar atau latar belakang permasalahan dapat dijelaskan, maka penelitian dapat diteruskan secara alamiah. Perlu dimengerti bahwa naluri merupakan fakta apresiasi individu terhadap lingkungannya. Naluri, menurut Buckley, dkk., (1976, 19), merupakan alat yang berguna dalam proses penemuan permasalahan.
2) Fenomenologi. Banyak permasalahan baru dapat ditemukan berkaitan dengan fenomena (kejadian, perkembangan) yang dapat diamati. Misal: fenomena pemakaian komputer sebagai alat bantu analisis dapat dikaitkan untuk mencetuskan permasalahan – misal: seperti apakah pola dasar pendaya – gunaan komputer dalam proses perancangan arsitektural.
3) Konsensus juga merupakan sumber untuk mencetuskan permasalahan. Misal, terdapat konsensus bahwa kemiskinan bukan lagi masalah bagi Indonesia, tapi kualitas lingkungan yang merupakan masalah yang perlu ditanggulangi (misal hal ini merupakan konsensus nasional).
4) Pengalaman. Tak perlu diragukan lagi, pengalaman merupakan sumber bagi permasalahan. Pengalaman kegagalan akan mendorong dicetuskannya permasalahan untuk menemukan penyebab kegagalan tersebut. Pengalaman keberhasilan juga akan mendorong studi perumusan sebab-sebab keberhasilan. Umpan balik dari klien, misal, akan mendorong penelitian untuk merumuskan komunikasi arsitek dengan klien yang lebih baik.
1) Konjektur (naluriah). Seringkali permasalahan dapat ditemukan secara konjektur (naluriah), tanpa dasar-dasar yang jelas. Bila kemudian, dasar-dasar atau latar belakang permasalahan dapat dijelaskan, maka penelitian dapat diteruskan secara alamiah. Perlu dimengerti bahwa naluri merupakan fakta apresiasi individu terhadap lingkungannya. Naluri, menurut Buckley, dkk., (1976, 19), merupakan alat yang berguna dalam proses penemuan permasalahan.
2) Fenomenologi. Banyak permasalahan baru dapat ditemukan berkaitan dengan fenomena (kejadian, perkembangan) yang dapat diamati. Misal: fenomena pemakaian komputer sebagai alat bantu analisis dapat dikaitkan untuk mencetuskan permasalahan – misal: seperti apakah pola dasar pendaya – gunaan komputer dalam proses perancangan arsitektural.
3) Konsensus juga merupakan sumber untuk mencetuskan permasalahan. Misal, terdapat konsensus bahwa kemiskinan bukan lagi masalah bagi Indonesia, tapi kualitas lingkungan yang merupakan masalah yang perlu ditanggulangi (misal hal ini merupakan konsensus nasional).
4) Pengalaman. Tak perlu diragukan lagi, pengalaman merupakan sumber bagi permasalahan. Pengalaman kegagalan akan mendorong dicetuskannya permasalahan untuk menemukan penyebab kegagalan tersebut. Pengalaman keberhasilan juga akan mendorong studi perumusan sebab-sebab keberhasilan. Umpan balik dari klien, misal, akan mendorong penelitian untuk merumuskan komunikasi arsitek dengan klien yang lebih baik.
Pengecekan
Hasil Penemuan Permasalahan
Permasalahan yang telah ditemukan selalu perlu dicek
apakah permasalahan tersebut dapat (patut) untuk diteliti (researchable).
Pengecekan ini, biasanya, didasarkan pada tiga hal: (i) faedah, (ii) lingkup,
dan (iii) kedalaman. Pengecekan faedah ditelitinya suatu permasalahan dikaitkan
dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan atau penerapan pada praktek (pembangunan).
Ditanyakan: apakah penelitian atas permasalahan tersebut akan berfaedah untuk
ilmu pengetahuan, misal dapat merevisi, memperluas, memperdalam pengetahuan
yang ada, atau menciptakan pengetahuan baru. Dicek pula: apakah penelitian
tersebut mempunyai aplikasi teoritikal dan atau praktikkal. Suatu penelitian
agar dapat diterima oleh pemberi dana atau pemberi “nilai’ perlu mempunyai
faedah yang jelas (penjelasan faedah diharapkan bukan hanya bersifat “klise”).
Peneliti yang belum berpengalaman sering mencetuskan permasalahan yang berlingkup terlalu luas, yang memerlukan masa penelitian yang sangat lama (di luar jangkauan). Misal: penelitian untuk “menemukan cara terbaik pelaksanaan pembangunan rumah tinggal” akan memerlukan waktu yang “tak terhingga” karena harus membandingkan semua kemungkinan cara pelaksanaan pembangunan rumah tinggal. Lingkup penelitian, biasanya, cukup sempit, tapi diteliti secara mendalam. Faktor kedalaman penelitian juga merupakan salah satu yang perlu dicek. Penelitian, bukan sekedar mengumpulkan data, menyusunnya dan memprosesnya untuk mendapatkan hasil, tetapi diperlukan pula adanya interpretasi (pembahasan) atas hasil. Penelititan perlu dapat menjawab: apa “arti” semua fakta yang terkumpul. Dengan pengertian ini, suatu pengukuran kemiringan menara pemancar teve belum dianggap mempunyai kedalaman yang cukup (hanya merupakan pengumpulan data dan pelaporan hasil pengukuran). Tetapi, penelitian tentang “pengaruh kemiringan menara pemancar teve terhadap kualitas siaran” merupakan penelitian karena memerlukan interpretasi tehadap persepsi pirsawan atas kualitas siaran yang dipengaruhi oleh kemiringan.
Indikasi permasalahan yang belum merupakan permasalahan penelitian ditunjukkan oleh Leedy (1997: 46-48), yaitu:
1) yang bersifat hanya pengumpulan informasi yang bertujuan untuk mengerti lebih banyak tentang suatu topik;
2) yang jawabnya ya atau tidak; pembandingan dua set data tanpa intepretasi;
3) pengukuran koefisien korelasi antara dua set data.
Peneliti yang belum berpengalaman sering mencetuskan permasalahan yang berlingkup terlalu luas, yang memerlukan masa penelitian yang sangat lama (di luar jangkauan). Misal: penelitian untuk “menemukan cara terbaik pelaksanaan pembangunan rumah tinggal” akan memerlukan waktu yang “tak terhingga” karena harus membandingkan semua kemungkinan cara pelaksanaan pembangunan rumah tinggal. Lingkup penelitian, biasanya, cukup sempit, tapi diteliti secara mendalam. Faktor kedalaman penelitian juga merupakan salah satu yang perlu dicek. Penelitian, bukan sekedar mengumpulkan data, menyusunnya dan memprosesnya untuk mendapatkan hasil, tetapi diperlukan pula adanya interpretasi (pembahasan) atas hasil. Penelititan perlu dapat menjawab: apa “arti” semua fakta yang terkumpul. Dengan pengertian ini, suatu pengukuran kemiringan menara pemancar teve belum dianggap mempunyai kedalaman yang cukup (hanya merupakan pengumpulan data dan pelaporan hasil pengukuran). Tetapi, penelitian tentang “pengaruh kemiringan menara pemancar teve terhadap kualitas siaran” merupakan penelitian karena memerlukan interpretasi tehadap persepsi pirsawan atas kualitas siaran yang dipengaruhi oleh kemiringan.
Indikasi permasalahan yang belum merupakan permasalahan penelitian ditunjukkan oleh Leedy (1997: 46-48), yaitu:
1) yang bersifat hanya pengumpulan informasi yang bertujuan untuk mengerti lebih banyak tentang suatu topik;
2) yang jawabnya ya atau tidak; pembandingan dua set data tanpa intepretasi;
3) pengukuran koefisien korelasi antara dua set data.
Perumusan
Permasalahan
Sering dijumpai usulan penelitian yang memuat “latar
belakang permasalahan” secara panjang lebar tetapi tidak diakhiri (atau
disusul) oleh rumusan (pernyataan) permasalahan. Pernyataan permasalahan
sebenarnya merupakan kesimpulan dari uraian “latar belakang” tersebut.
Castetter dan Heisler (1984, 11) menerangkan bahwa pernyataan permasalahan
merupakan ungkapan yang jelas tentang hal-hal yang akan dilakukan peneliti.
Cara terbaik unutk mengungkapkan pernyataan tersebut adalah dengan pernyataan
yang sederhana dan langsung, tidak berbelit-belit. Pernyataan permasalahan dari
suatu penelitian merupakan “jantung” penelitian dan berfungsi sebagai pengarah
bagi semua upaya dalam kegiatan penelitian tersebut. Pernyataan permasalahan
yang jelas (tajam) akan sanggup memberi arah (gambaran) tentang macam data yang
diperlukan, cara pengolahannya yang cocok, dan memberi batas lingkup tertentu
pada temuan yang dihasilkan.
Contoh ungkapan permasalahan yang jelas, tajam, diberikan oleh Sumiarto (1985) yang meneliti dalam bidang perumahan pedesaan. Permasalahan yang dikemukakannya, sebagai berikut: “Kesimpulan yang dapat ditarik sebagai permasalahan P3D [Perintisan Pemugaran Perumahan Desa] yang dapat memberikan arah pada studi yang akan dilakukan adalah mempertanyakan keberhasilan dari tujuan P3D. Secara lebih spesifik dapat dikemukakan beberapa (sub) permasalahan
sebagai berikut:
a) Apakah setelah menerima bantuan P3D, kondisi mereka akan menjadi lebih baik, dalam arti adanya peningkatan dalam cara bermukin yang lebih baik serta lebih sehat?
b) Apakah bantuan yang diberikan oleh P3D telah memberikan hasil sesuai seperti yang diharapkan, yaitu penerima bantuan telah memberikan respon yang positif yang berupa tenaga, material, bahkan finansial, sehingga lebih dari apa yang diberikan oleh P3D.
c) Lebih jauh lagi, apakah P3D telah mampu membangkitkan efek berlifat ganda (multiplier effect), sehingga masyarakat yang tidak meneriman bantuan P3D terangsang secara swadata menyelenggarakan sendiri peningkatan kondisi rumah dan lingkungannya?”
(Sumiarto 1985, 17-18)
Contoh ungkapan permasalahan yang jelas, tajam, diberikan oleh Sumiarto (1985) yang meneliti dalam bidang perumahan pedesaan. Permasalahan yang dikemukakannya, sebagai berikut: “Kesimpulan yang dapat ditarik sebagai permasalahan P3D [Perintisan Pemugaran Perumahan Desa] yang dapat memberikan arah pada studi yang akan dilakukan adalah mempertanyakan keberhasilan dari tujuan P3D. Secara lebih spesifik dapat dikemukakan beberapa (sub) permasalahan
sebagai berikut:
a) Apakah setelah menerima bantuan P3D, kondisi mereka akan menjadi lebih baik, dalam arti adanya peningkatan dalam cara bermukin yang lebih baik serta lebih sehat?
b) Apakah bantuan yang diberikan oleh P3D telah memberikan hasil sesuai seperti yang diharapkan, yaitu penerima bantuan telah memberikan respon yang positif yang berupa tenaga, material, bahkan finansial, sehingga lebih dari apa yang diberikan oleh P3D.
c) Lebih jauh lagi, apakah P3D telah mampu membangkitkan efek berlifat ganda (multiplier effect), sehingga masyarakat yang tidak meneriman bantuan P3D terangsang secara swadata menyelenggarakan sendiri peningkatan kondisi rumah dan lingkungannya?”
(Sumiarto 1985, 17-18)
Bentuk
Rumusan Permasalahan
Contoh pernyataan permasalahan di atas mengambil
bentuk satu pernyataan disusul oleh beberapa pertanyaan. Castette dan Heisler
(1984, 11) menjelaskan bahwa secara keseluruhan ada 5 macam bentuk pernyataan
permasalahan, yaitu:
(1) bentuk satu pertanyaan (question);
(2) bentuk satu pertanyaan umum disusul oleh beberapa pertanyaan yang spesifik;
(3) bentuk satu penyataan (statement) disusul oleh beberapa pertanyaan (question).
(4) bentuk hipotesis; dan
(5) bentuk pernyataan umum disusul oleh beberapa hipotesis.
(1) bentuk satu pertanyaan (question);
(2) bentuk satu pertanyaan umum disusul oleh beberapa pertanyaan yang spesifik;
(3) bentuk satu penyataan (statement) disusul oleh beberapa pertanyaan (question).
(4) bentuk hipotesis; dan
(5) bentuk pernyataan umum disusul oleh beberapa hipotesis.
Bentuk Hipotesis nampaknya jarang dipakai lagi pula,
biasanya perletakan hipotesis dalam laporan atau usulan penelitian tidak
menempati posisi yang biasa ditempati oleh pernyataan permasalahan. Hal yang
lain, bentuk pertanyaan seringkali dapat diujudkan (diubah) pula sebagai bentuk
pernyataan. Dengan demikian, secara umum, hanya ada dua bentuk pernyataan
permasalahan:
(1) Bentuk satu pertanyaan atau pernyataan
Misal:
a) Pertanyaan:
“Seberapa pengaruh tingkat penghasilan pada perubahan fisik rumah perumahan KPR?” “Faktor-faktor apa saja dan seberapa besar pengaruh masing-masing factor pada persepsi penghuni terhadap desain rumah sub–inti?”
b) Pernyataan (biasanya diungkapkan sebagai “maksud”) “Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa pengaruh tingkat penghasilan pada perubahan fisik rumah perumahan KPR.” “Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja dan seberapa besar pengaruh masing-masing faktor pad persepsi terhadap desain rumah sub–inti.
(2) Bentuk satu pertanyaan atau pernyataan umum disusul oleh beberapa pertanyaan atau pernyataan yang spesifik (Catatan: kebanyakan permasalahan terlalu besar atau kompleks sehingga perlu dirinci)
Misal: Permasalahan umum: Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil desain seorang arsitek dan seberapa pengaruh tiap-tiap faktor? Lebih spesifik lagi, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
a. Apakah sekian faktor yang mempengaruhi hasil desain seorang arsitek secara umum di Amerika Serikat terjadi pula di Indonesia?
b. Seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut mempengaruhi hasil desain arstiek di Indonesia?
(1) Bentuk satu pertanyaan atau pernyataan
Misal:
a) Pertanyaan:
“Seberapa pengaruh tingkat penghasilan pada perubahan fisik rumah perumahan KPR?” “Faktor-faktor apa saja dan seberapa besar pengaruh masing-masing factor pada persepsi penghuni terhadap desain rumah sub–inti?”
b) Pernyataan (biasanya diungkapkan sebagai “maksud”) “Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa pengaruh tingkat penghasilan pada perubahan fisik rumah perumahan KPR.” “Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja dan seberapa besar pengaruh masing-masing faktor pad persepsi terhadap desain rumah sub–inti.
(2) Bentuk satu pertanyaan atau pernyataan umum disusul oleh beberapa pertanyaan atau pernyataan yang spesifik (Catatan: kebanyakan permasalahan terlalu besar atau kompleks sehingga perlu dirinci)
Misal: Permasalahan umum: Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil desain seorang arsitek dan seberapa pengaruh tiap-tiap faktor? Lebih spesifik lagi, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
a. Apakah sekian faktor yang mempengaruhi hasil desain seorang arsitek secara umum di Amerika Serikat terjadi pula di Indonesia?
b. Seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut mempengaruhi hasil desain arstiek di Indonesia?
Karakteristik
Rincian Permasalahan
Karakteristik tiap rincian permasalahan atau
sub-problema (menurut Leedy, 1997:56-57) sebagai berikut:
1) Setiap rincian permasalahan haruslah merupakan satuan yang dapat diteliti (a researchable unit ).
2) Setiap rincian terkait dengan interpretasi data.
3) Semua rincian permasalahan perlu terintegrasi menjadi satu kesatuan permasalahan yang lebih besar (sistemik).
4) Rincian yang penting saja yang diteliti (tidak perlu semua rincian permasalahan diteliti)
5) Hindari rincian permasalahan yang pengatasannya tidak realistik.
1) Setiap rincian permasalahan haruslah merupakan satuan yang dapat diteliti (a researchable unit ).
2) Setiap rincian terkait dengan interpretasi data.
3) Semua rincian permasalahan perlu terintegrasi menjadi satu kesatuan permasalahan yang lebih besar (sistemik).
4) Rincian yang penting saja yang diteliti (tidak perlu semua rincian permasalahan diteliti)
5) Hindari rincian permasalahan yang pengatasannya tidak realistik.
Contoh Rumusan Permasalahan
Di bawah ini diberikan beberapa contoh rumusan masalah, sebagai berikut: “. . . . . . . permasalahan sebagai berikut: Apakah kalsium hidroksida mempunyai pengaruh sitotoksik terhadap sel fibroblast embrio Gallus domesticus secara in Vitro, dan apakah besar konsentrasi kalsium hidroksida berpengaruh terhadap sifat sitotoksisitasnya?”
Di bawah ini diberikan beberapa contoh rumusan masalah, sebagai berikut: “. . . . . . . permasalahan sebagai berikut: Apakah kalsium hidroksida mempunyai pengaruh sitotoksik terhadap sel fibroblast embrio Gallus domesticus secara in Vitro, dan apakah besar konsentrasi kalsium hidroksida berpengaruh terhadap sifat sitotoksisitasnya?”
“. . . . . . . . . dengan penelitian ini ingin
diketahui faktor – faktor apa yang dapat mempengaruhi perilaku ibu – ibu dalam
menangani diare pada bayi dan anak balita.
Keterkaitan antara Rumusan Permasalahan dengan
Hipotesis dan Temuan Penelitian
Bila penelitian telah selesai dilakukan, maka dalam laporan penelitian perlu ditunjukkan “benang merah” (keterkaitan yang jelas) antara rumusan permasalahan dengan hipotesis (sebagai “jawaban” sementara terhadap permasalahan penelitian). Rincian dalam permasalahan perlu berkaitan lengasung dengan rincian dalam hipotesis, dalam arti, suatu rincian dalam hipotesis menjawab suatu rincian dalam permasalahan. Demikian pula, perlu diperlihatkan keterkaitan tiap rincian dalam temuan (sebagai jawaban nyata terhadap permasalahan) dengan tiap rincian dalam rumusan permasalahan.
Baik permasalahan, hipotesis dan temuan—sebagai upaya pengembangan atau pengujian teori—berkaitan secara substantif dengan tinjauan pustaka (sebagai kajian terhadap isi khazanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian). Kaitan substantif diartikan sebagai hubungan “isi”, tidak perlu dalam bentuk keterkaitan antar rincian.
Bila penelitian telah selesai dilakukan, maka dalam laporan penelitian perlu ditunjukkan “benang merah” (keterkaitan yang jelas) antara rumusan permasalahan dengan hipotesis (sebagai “jawaban” sementara terhadap permasalahan penelitian). Rincian dalam permasalahan perlu berkaitan lengasung dengan rincian dalam hipotesis, dalam arti, suatu rincian dalam hipotesis menjawab suatu rincian dalam permasalahan. Demikian pula, perlu diperlihatkan keterkaitan tiap rincian dalam temuan (sebagai jawaban nyata terhadap permasalahan) dengan tiap rincian dalam rumusan permasalahan.
Baik permasalahan, hipotesis dan temuan—sebagai upaya pengembangan atau pengujian teori—berkaitan secara substantif dengan tinjauan pustaka (sebagai kajian terhadap isi khazanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian). Kaitan substantif diartikan sebagai hubungan “isi”, tidak perlu dalam bentuk keterkaitan antar rincian.
Sumber :
-http://tongke1.blogspot.co.id/2012/07/macam-macam-tujuan-penelitian.html
-http://metopenkomp.blogspot.co.id/2014/06/jenis-jenis-penelitian.html
-http://expresisastra.blogspot.co.id/2013/09/Penelitian-menurut-Strategi-Opini-Empiris-Arsip- Logika-internal.html
-http://harisahmad.blogspot.co.id/2010/05/unsur-unsur-proposal.html
-https://bulungan2011.wordpress.com/metode-penelitian-2/
-http://tongke1.blogspot.co.id/2012/07/macam-macam-tujuan-penelitian.html
-http://metopenkomp.blogspot.co.id/2014/06/jenis-jenis-penelitian.html
-http://expresisastra.blogspot.co.id/2013/09/Penelitian-menurut-Strategi-Opini-Empiris-Arsip- Logika-internal.html
-http://harisahmad.blogspot.co.id/2010/05/unsur-unsur-proposal.html
-https://bulungan2011.wordpress.com/metode-penelitian-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar